Setiap pukul 04.00 Wita, Dadong Kenak yang bernama lengkap Ni Wayan Kenak (80), mulai melangkahkan kaki keluar rumah di Banjar Peh, Desa Kaliakah, Jembrana Bali menuju kota Negara. Perjalanan hampir 10 km ditempuhnya demi bisa menghidupi keenam cucu dan anaknya yang menjanda Dalam kondisi sakit-sakitan.
Sambil membawa beberapa ikat sapu lidi dan porosan (sarana upacara Hindu), dia berjalan kaki tanpa ada jeda waktu istirahat dan hanya berbekal tantangan serta air minum yng ditempatkan di botol plastik bekas kemasan air mineral.
"Tiap pagi saya memang berjalan kaki dari rumah menuju kota Negara. Saya tidak punya uang untuk bayar ojek, kalau pun punya lebih baik saya belikan beras," ujarnya saat ditemui di Kota Negara, Jumat (1/4).
Di Kota Negara, Dadong Kenak yang kulitnya sudak keriput, namun masih kelihatan sehat sama seperti namanya Kenak (kenak berarti sehat) bekerja sebagai buruh jualan buah-buahan milik juragannya. Dia juga menyambi jualan sapu lidi dan porosan hasil karyanya. Pekerjaan ini dia lakoni setiap hari, sejak hampir sebulan ini.
"Dulu setiap harinya saya berjualan sapu lidi dan porosan. Tapi karena hasilnya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, saya nyambi sebagai buruh jualan buah-buahan. Lumayan ada tambahan penghasilan," tuturnya dengan bahasa Bali halus.
Penghasilannya menjual sapu lidi dan porosan, biasanya kalau laku semua bisa mengantongi uang Rp 15.000. Sedangkan upah sebagai buruh jualan buah milik juragannya, jika buah-buahan habis terjual dia mendapatkan 4 kg beras dan uang Rp 5.000. Namun jika tidak semuannya habis terjual, dia mendapatkan upah 2 kg beras saja.
"Saya orang miskin pak, saya harus tetap bekerja. Syukur saya masih diberikan kesehatan. Kalau saya tidak bekerja jelas saya tidak bisa makan," imbuhnya dengan senyum simpul.
Dadong Kenak berjualan buah-buahan di depan Hotel Jimbarwana, Negara. Dia menggelar dagangannya di alas terpal. Di rumahnya dia mengaku tinggal dengan anak perempuannya yang sudah janda beranak enam.
"Di rumah saya juga sering membantu anak saya memasak dan merawat enam cucu saja," tutupnya.
Karena keuletan dan ketekunannya bekerja untuk menyambung hidup, sementara usiannya telah renta, banyak warga yang melihatnya merasa simpati. Bahkan Dadong Kenak ini sering diberikan bantuan oleh warga-warga yang melihatnya berjualan. Termasuk para Komunitas Relawan Jembrana yang membantu sejumlah dana untuk modal berjualan.
Sumber : merdeka.com