Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Jika kemudian mereka menyerahkan sebagian dari maskawin itu kepada kamu dengan senang hati, makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya,” (QS An-Nisa: 4).
SELAIN ayat di atas yang memaparkan tentang mahar, ada beberapa hadis yang berkaitan dengan jumlah mahar yang harus diberikan. Yuk, kita lihat!
Pertama. Dari ‘Amir bin Rabi’ah, “Sesungguhnya seorang perempuan Bani Fazarah dinikahkan dengan mahar sepasang sandal. Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Apakah engkau relakan dirimu dan milikimu dengan sepasang sandal?’ Ia menjawab, ‘Ya!’ Setelah itu Rasulullah SAW membenarkannya,”(HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmizi-Shaih).
Kedua. Dari Sahl bin Sa’ad, bahwa Rasulullah SAW pernah didatangi oleh seorang perempuan, lalu ia berkata, “Ya Rasulullah SAW sesungguhnya saya menyerahkan diri saya kepada Tuan.” Lalu, ia berdiri lama sekali. Tak lama kemudian berdiri seorang seorang laki-laki dan berkata, “Ya, Rasulullah nikahkan saya dengan perempuan ini, jikalau Tuan tidak berhasrat kepadanya.” Kemudian Rasulullah bertanya kepada laki-laki tadi, ”Apakah engkau memiliki sesuatu yang dapat diberikan kepadanya sebagai mahar?”ia menjawab, “Saya tidak punya apa-apa selain sarung yang saya kenakan ini.” Rasulullah SAW bersabda, “Jika sarungmu engaku berikan kepadanya, tentu engkau duduk tanpa sarung lag. Oleh karena itu, carilah sesuatu!” Ia menjawab, “Saya tidak mendapatkan apa-apa.” Beliau bersabda, ”Carilah, sekalipun cincin dari besi!” ia mencarinya tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa. Rasulullah SAW bertanya kapadanya, “Adakah pada dirimu suatu ayat Al-Qur’an?’ Lalu ia menyebutkan surat-surat yang ada padanya. Rasulullah SAW bersabda, “Sekarang saya nikahkan kamu dengannya dengan mahar ayat Al-Qur’an yang ada padamu,” (HR Ahmad no. 217833).
Dari Malik disebutkan bahwa Rasulullah SAW besabda, “Ajarkahlah kepadanya (ayat-ayat) Al-Qur’an”
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Ajarkahlah kepadanya dua puluh ayat, maka dia menjadi istrimu,” (HR Abu Dawud dan Nasa’i).
Ketiga. Dari Anas, ia berkata, “Abu Thalhah pernah meminang Ummu Sulaim, lalu dijawab, ‘Demi Allah, orang seperti Anda tidak patut ditolak (lamarannya), tetapi Anda orang kafir, sedang saya orang Islam. Saya tidak halal menikah dengan Anda. Jika Anda bersedia masuk Islam, itulah mahar untukku dan saya tidak meminta sesuatu yang lain lagi,’ Oleh karena itu jadilah (keislaman) itu sebagai maharnya,” (HR Nasa’i).
Hadis di atas menujukan bahwa mahar boleh dalam jumlah sedikit dan boleh pula dengan sesuatu yang bermanfaat. Di antara yang bermanfaat adalah mengajarkan ayat Al-Qur’an.
Dalam syari’ah, utamanya dalam sebuah pernikahan harus adanya pemberian mahar. Baik itu jumlah atau bentuk mahar tidak disebutkan dengan pasti.
Jika calon istri rela menerima ilmu dan agama atau Islamnya calon suami atau mengajarkan Al-Qur’an, ini merupakan mahar yang paling berharga, berguna, dan utama. [dr/islampos] HABIS
sumber : islampos.com