Sodoran uang Indriati Tjipto Purnomo ditolak halus sopir taksi yang mengantarnya ke lokasi persemayaman seorang pria yang menumpahkan tangis banyak jemaat Gereja JKI Injil Kerajaan.
Sopir taksi dan Pendeta Petrus Agung berkaitan. Indriati menyisipkan kisah sopir taksi ketika memimpin doa peribadatan di pemakaman Pendeta Petrus Agung di Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (16/3/2016).
"Jangan bayar saya Bu. Bapak Petrus Agung sangat baik. Dari pagi saya sudah antar banyak orang. Ibu yang terakhir karena besok kami mau ikut pelepasan Bapak," pinta sopir taksi sopan.
Benarkah si sopir telah mengantar banyak tamu yang melayat ke lokasi persemayaman Pendeta Petrus Agung? Indrianti tak menjabarkan. Tapi begitu yang ia ceritakan di tengah doa.
Kembali ke cerita utama, Indrianti kali ini menyodorkan kembali uang dengan agak memaksa agar si sopir menerimanya. Sampai akhirnya, uang tersebut tak benar-benar sampai ke kantong sopir taksi.
Heran Indrianti dengan sikap sang sopir, sampai ia bertanya, apakah dirinya anggota Gereja JKI Injil Kerajaan.
"Saya seorang Muslim Bu. Jangan beri saya uang. Hanya ini yang bisa kami berikan kebaikan kepada Bapak Petrus," jawab si sopir.
Di hari jenazah Pendeta Petrus menuju peristirahatan terakhir, hampir semua jemaat dan keluarga yang mengantar menangis.
"Selama hidupnya beliau sering melakukan pelayanan ke masyarakat," ucap Andi (40), warga Semarang Barat, yang juga anggota jemaat.
Semasa hidup Pendeta Petrus Agung terkenal pelayanannya ke masyarakat hingga tingkat nasional. "Saya tidak mengira dan menduga beliau akan meninggal dunia secepat ini," tukas dia.
Seorang guru Yayasan Pendidikan Terang Bangsa, Natanael Suryanto (35), punya pengalaman melihat Pendeta Petrus Agung menolong orang tanpa memandang bulu.
"Kami semua ya kehilangan sekali. Saya juga sangat berkesan dengan ajarannya," ungkapnya.
Jemaat kaget mendengar Pendeta Petrus Agung meninggal. Tak ada jejak ia sakit sebelumnya. Kepergiannya membuat seorang jemaat terpukul, menangis di depan kaca penutup peti jenazah.
Beberapa kali ia mengetukkan kaca penutup peti. Dari balik kaca, Pendeta Petrus Agung memakai jubah ungu. "Bangkit Pak, ayo bangun dari tidur Pak Petrus," ucap Kristin.
Seorang pria memeluk tubuh Kristin lalu memeluk sambil menjauh mundur dari peti yang membungkus Pendeta Petrus Agung. Kristin akhirnya diarahkan duduk di bangku gereja.
"Saya hanya jemaat Pak Petrus. Bukan saudara, maupun teman. Pak Petrus pendeta terbaik yang saya tahu, beliau sempurna," aku Kristin usai ditenangkan sejumlah perempuan setengah baya.
Pendeta Petrus Agung telah menyadarkan Kristin saat hidupnya bimbang, terbebani karena persoalan keluarga, hingga keyakinan sampai iman.
"Beliau pernah menyatakan firman Tuhan yang begitu menyentuh hati saya. Firman itulah yang menyadarkan segala risau hati saya," kenang dia.
Sebelum beranjak pergi, Kristin sempat meniup kencang-kencang sangkakalanya.Tiga kali ia meniup sangkakala, lalu merapatkan kedua tangannya memanjatkan doa.
Sumber : tribunnews.com