KETIKA telah terjadi ijab qabul, secara otomatis dua insan yang saling mencinta itu bersatu dalam ikatan suci pernikahan. Mereka sudah bisa memisahkan diri dari keluarganya masing-masing dengan membentuk keluarga baru, dalam satu atap. Tentunya, hal-hal yang bersangkutan mengenai keduanya akan terbuka. Maka, di sinilah harus adanya kerja sama yang baik di antara keduanya.
Sebagai seorang istri, mengetahui pekerjaan suaminya tentu tidak mengapa bukan? Tapi, apakah istri berhak ikut campur dalam urusan suami, khususnya pekerjaan di luar rumah?
Kehidupan rumah tangga dibangun atas dasar saling mencintai, menyayangi serta tolong menolong di antara suami istri. Setiap pasangan hendaknya berupaya untuk membahagiakan pasangannya, baik dengan perkataan maupun perbuatan yang baik.
Apabila salah satunya melihat suatu kesalahan yang tampak pada pasangannya, maka pintu untuk saling menasihati terbuka lebar. Sebagai catatan, ketika menasihati hindarilah kata-kata yang menyakitkan atau menasihati di depan umum.
Apabila salah satu pihak melakukan kesalahan, hendaknya pihak lain menolong dengan memberi saran dan masukan serta mendoakannya. Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang,” (QS. Ar-Rum: 21).
Adapun celaan dengan kata-kata yang tidak enak akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Istri hendaknya sadar bahwa posisinya hanyalah sebagai pemberi nasihat, bukan pemberi perintah. Sebab, musyawarah hanya bersifat masukan, bukan perintah. Bila suami menerima pendapatnya, maka berbahagialah. Namun jika tidak, hendaknya ia menahan diri dan membantunya dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
Sumber : islampos.com